KPK, Komisi Pembela Kekuasaan


Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) benar-benar dalam kondisi di titik nadir. Survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) mengungkapkan mayoritas publik tak lagi menaruh kepercayaan kepada lembaga pemberantasan korupsi ini. Penyebabnya KPK dinilai menjadi insubordinat kekuasaan.

Riset lapangan LSI terhadap 1.200 responden yang dilakukan Juni dan riset kualitatif pada Juli dan Agustus lalu mengungkapkan sebanyak 41,6 persen responden yang meyakini KPK bisa menyelesaikan masalah korupsi tanpa pandang bulu.

"Hanya 41,6 persen responden yang yakin bahwa KPK bisa menyelesaikan kasus tanpa pandang bulu meski melibatkan tokoh atau partai berkuasa. Angka ni menunjukkan cukup minoritas kepercayaan publik terhadap KPK," ujar peneliti LSI Ajdie Alfaraby di Kantor LSI, Jakarta, Minggu (7/8/2011).

Kepercayaan publik terhadap KPK di masyarakat kota jauh lebih rendah dibanding di pedesaan. Sebanyak 39,2 persen publik kota mempercayai integritas KPK. Namun sebaliknya sebanyak 44,8 persen publik pedesaan mempercayainya.

Begitu pula dari sisi pendidikan responden juga beragam. Di kalangan terpelejar hanya 38,5 persen responden yang mempercayai integirtas KPK. Namun di kalangan responden berpendidikan SMA sebanyak 42 persen responden yang percaya integritas KPK.

Menariknya, LSI juga memotret tingkat kepeercayaan publik terhadap KPK saat ini merupakan terendah sejak berdiri pada 2002 lalu. Karena pada 2005, sebanyak 58,3 persen publik mempercayai integritas KPK. "Nah saat ini kepercayaan publik terhadap KPK merosot sekitar 17 persen dalam waktu enam tahun terakhir," tambahnya.

Penyebab turunnya kepercayaan publik terhadap KPK, LSI mensinyalir terdapat empat hal penyebabnya yaitu KPK tidak kredibel jika menangani kasus yang terkait dengan penguasa, KPK insubordinat dengan kekuasaan, serta KPK telah tersusupi mafia hukum. "Pimpinan KPK dinilai telah main mata seperti pada kasus suap Sesmenpora," ujarnya.

Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Aziz Syamsuddin mengapresiasi hasil survei LSI terkait kepercayaan publik terhadap KPK. "Saya mengapresiasi hasil survei LSI ini. Ini survei independen. Soal hasil survei, saya telah memprediksi sejak lama terutama soal integritas KPK," katanya kepada INILAH.COM di Jakarta, Minggu (7/8/2011).

Aziz menyebutkan selain KPK telah menjadi insubordinat dengan kekuasaan, infrastruktur di KPK juga terdapat permasalahan. "Di KPK itu masih banyak jabatan kosong, tidak ada yang mengisi. Seperti Deputi Pencegahan, Deputi Informasi dan Data, Deputi Penindakan, Kepala Biro SDM," bebernya.

Atas kondisi demikian, politikus Partai Golkar ini menegaskan agar oknum di internal KPK yang bermasalah agar dibersihkan untuk memulihkan kepercayaan publik. "Pejabat KPK harus benar-benar mampu menjalankan sesuai Tugas, Pokok, dan Fungsinya (Tupoksi)," harapnya.

Dia juga berharap Komite Etik pimpinan Abdullah Hehamuha dapat mengembalikan citra KPK yang telah runtuh di depan publik. Kinerja Komite Etik diharapkan mampu memenuhi harapan publik terhadap lembaga pemberantasan korupsi.

Dihubungi terpisah anggota Komisi Hukum DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari mengatakan wajar hasil survei LSI yang mengungkap kepercayaan publik merosot terhadap KPK. "Karena publik capek melihat KPK tidak bergerak dalam kasus besar seperti Century," ujarnya.

Dia menilai, pelemahan yang paling dirasakan KPK sejak kasus cicak-buaya akhir 2009 lalu yang sempat menyeret dua komisioner KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah ditahan. "Dampaknya, saat ini KPK dijului Komisi Pembela Kekuasaan," cetusnya.

Meski demikian, Eva mengaku masih ada harapan terhadap masa depan KPK. Dia menyebutkan harapan pertama terletak di Panitia Seleksi KPK apakah mampu mengambil orang-orang yang berani melawan dikte kekuasaan.

"Lapis kedua, ya di DPR. Seharusnya DPR paham sebagai sekoci terakhir untuk penyelamatan KPK terutama mampu menjaring orang yang berani melawan intervensi politisi senayan dan kekausaan," paparnya.

Meski demikian, Eva mengaku pesimistis dengan nama-nama yang telah disaring oleh Pansel KPK. Nama yang berasal dari unsur Kejaksaan Agung dan Polri, kata Eva, tidak mungkin tanpa koordinasi dengan institusi induknya.

"Ada nama Bambang Widjojanto dan Yunus Husein, tapi seperti Bambang cukup dekat dengan Erry Riyana yang dulu getol melawan Panitia Angket Century. Sedangkan Yunus dekat dengan Istana," katanya.

Sebelumnya aktivis Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi (Kompak) Fadjroel Rahman mengaku dukungan publik terhadap KPK memang telah mengendur. Dia menuturkan pada waktu insiden cicak-buaya, pihaknya berhasil mengumpulkan dukungan sampai 1,3 juta di Facebook.

Ketika Bibit dan Chandra akan ditangkap kedua kalinya, pihaknya mendapat dukungan 23 ribu. "Sekarang, ketika ada upaya menghantam KPK melalui ucapan Nazaruddin, yang muncul adalah maki-makian," ujarnya.
Share this Article on :

0 komentar:

Posting Komentar

 

© Copyright Download Gratis Sampai Kapanpun 2011-2012 | Design by Blogku | Support by Bagus International Corporation