Akankah China Jadi Libya Kedua?
BEIJING - Munculnya demonstrasi besar-besaran di Mesir dan Libya serta negara Arab lainnya, memunculkan sebuah pertanyaan, akankah China mengalami demonstrasi besar-besaran seperti terjadi di Timur Tengah.
China tidak seperti Mesir, warga China saat ini jauh terlihat lebih bahagia dibanding tahun-tahun sebelumnya. Mereka juga tidak terlalu memperhatikan apa yang terjadi di dunia Arab karena sibuk.
China juga tidak memiliki pemimpin seperti Moammar Khadafi atau mantan Presiden Mesir Hosni Mubarak yang menguasai Mesir selama lebih dari 10 tahun meski negara Komunis ini hanya memiliki satu partai.
Meski demikian, Pemerintah China tampaknya cukup memperhatikan apa yang terjadi di Timur Tengah. Presiden China Hu Jintao sebelumnya menyerukan agar melakukan pengawasan ketat terhadap penggunaan internet. Demikian seperti dilansir Forbes, Sabtu (30/7/2011).
Sebelumnya, para aktivis di China sempat mengajak masyarakat agar melakukan aksi turun ke jalanan. Aktivis menyebut tindakan ini adalah Jasmine Revolution atau Revolusi Bunga Melati.
Beberapa aktivis juga melakukan aksi dengan menelpon layanan online pemerintah dengan menuntut tersedianya makanan yang cukup, tempat tinggal yang layak dihuni dan keadilan.
Dikabarkan pula para aktivis mendapat ide revolusi lewat revolusi di Tunisia yang menggulingkan Presiden Ben Ali.
Bila Pemerintah China masih berpikir bahwa kontrol ketat terhadap masyarakat akan menciptakan stabilitas, hal ini patut dipertanyakan.
Demonstrasi di Timur Tengah umumnya memperjelas bukti bahwa pemerintahan melakukan penekanan terhadap para demonstran dan rakyat melakukan protes akan hal itu. Para demonstran justru melancarkan protes anti-pemerintahan di negaranya dan kekacauan pun timbul serta membuat kondisi negara tersebut makin terombang-ambing.
Daripada mengetatkan pengawasan, Pemerintah China seharusnya mengatasi masalah yang terjadi di negaranya seperti memerangi korupsi dan juga inflasi.
Pemerintah China beberapa pekan yang lalu sudah mengeksekusi pejabat yang terlibat dalam kasus korupsi. Ini merupakan prestasi besar, dan Perdana Menteri China Wen Jiabao juga bersumpah akan menghukum berat pelaku korupsi yang diduga bertanggung jawab atas insiden kecelakaan kereta di China.
Skandal korupsi dan lainnya merebak di jaringan kereta api china. Tiga pejabat kereta api china juga sudah dipecat lantaran terjadi kecelakaan maut yang menewaskan 39 korban.
Namun yang patut disesalkan adalah China memenjarakan seorang jurnalis karena setelah menulis artikel yang mengungkap skandal korupsi petinggi China.
Seorang penulis Helen Wang berharap China tidak akan menjadi Libya kedua. China yang stabil adalah keinginan rakyat China dan juga seluruh masyarakat di dunia ini. Banyak negara Barat yang bertaruh di pasar China untuk meningkatkan pendapatan mereka.
Mungkin inilah saat yang baik bagi China untuk tidak memperketat kontrolnya terhadap masyarakat. Setiap negara tidak akan menjadi makmur bila rakyatnya tidak diberikan kebebasan.
Related Posts : NEWS
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar