Akhir abad ke-19 silam, perbudakan bangsa Afrika dihapuskan. Untuk mengisi pekerja di perkebunan yang kosong, Belanda yang saat itu menjajah Nusantara membawa orang-orang Jawa ke tanah jauh, Suriname. Mereka dipekerjakan sebagai kuli kontrak.
Ada yang datang sukarela, ada juga yang dipaksa dengan cara diculik dari desa-desa. Orang keturunan Jawa lantas menyebar di Suriname, beranak pinak. Tanpa menanggalkan budaya aslinya: Jawa. Maka tak heran ada desa bernama Tamanredjo dan Tamansari. Menurut catatan, ada 65.000 orang di Suriname dan 30.000 di Belanda yang menggunakan Bahasa Jawa dalam percakapan sehari-hari.
Selain budaya, wong Jawa di Suriname juga masih memeluk agama asal mereka, Islam. Salah satu orang Jawa Suriname bahkan mendedikasikan diri untuk menyebarkan Islam. Namanya Soedirman Moentari. Kini ia tinggal di Belanda.
Perjuangan dakwahnya dimulai dari aktif di SIS, sebuah organisasi Islam di Suriname. "Saya membantu pendidikan Islam dengan membuat buklet. Waktu itu tidak ada komputer, internet dan semua inovasi seperti saat ini," kata Soedirman dalam situs pribadinya, www.uriponodunyo.mysites.nl.
Dalam website tersebut, Soedirman sengaja menggunakan Bahasa Indonesia yang sempat ia pelajari di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Paramaribo. "Dengan menulis kabar ini saya bermaksud meningkatkan kemampuan saya berbahasa Indonesia, dan selanjutnya saya berharap dikoreksi kalau dalam penggunaan Bahasa Indonesia saya, ada yang salah. Karena saya berasal dari Suriname, yang dalam keseharian di rumah, saya memakai Bahasa Jawa dan Bahasa Belanda untuk di sekolah atau di rumah," tulis dia.
Alkisah, pada tahun 1999 Soedirman ke Belanda. dengan maksud menunaikan rukun Islam kelima, menunaikan ibadah haji. Sebab, banyak kesulitan ditemui jika ia berangkat haji dari Suriname.
Setelah pulang dari Mekkah, ia memutuskan menetap di negeri kincir angin. "Rencananya dua tahun, tapi sampai sekarang saya masih di sini (Belanda), " kata dia seperti dimuat situs Radio Nederland.
Berkat doa, tambah Soedirman, ia akhirnya bisa bekerja sebagai dosen biologi di sebuah sekolah menengah Islam di Rotterdam. Sekolah ini bernama Islamitische Schoolgemeenschap Ibn Chaldoun.
Untuk bisa mengajar biologi di sekolah itu, insinyur peternakan jebolan Universitas Wageningen ini harus melanjutkan studinya. "Pada 2002 saya akhirnya meraih ijazah Master of Sciense di bidang biologi di Universitas Leiden, " tandas Soedirman.
Mantan dosen University Suriname kini juga aktif menulis mata pelajaran Islam dalam bahasa Belanda. Bahan-bahannya banyak ia ambil dari Indonesia. "Karena anak-anak kami di Suriname dan di Belanda nggak bisa lagi bahasa Jawa," kata dia.
Selain itu, ia juga aktif berdakwah di internet, dalam Bahasa Jawa dan Belanda. Soedirman juga membuat CD untuk menghafalkan surat-surat Al Quran. "Di negara Suriname dan di Holland (Belanda) banyak orang yang mengaku muslim dan ingin tetap jadi muslim. Mereka ingin salat," kata dia.
Tentu saja, mereka harus belajar mengaji dan membaca Al Quran. "Tetapi mereka sudah tua dan waktu mereka sedikit. Oleh karena itu, pertama saya memberi pelajaran salat dengan CD dan buku," lanjut Soedirman.
Buku tersebut ia tulis dalam Bahasa Arab, kemudian ada terjemahannya dalam Bahasa Belanda dan Jawa. Tak hanya tentang salat. "Saya juga membuat buku dan CD tentang tahlilan, menghafalkan surat-surat, pernikahan, jenazah dan lain-lainnya." Juga tentang doa apa saja yang harus dilafalkan saat ziarah kubur.
Jika ditanya status kebangsaannya, Soedirman dengan tegas menjawab, "Saya asli dari Suriname dan kakek saya dari Kediri."
Meski fasih berbahasa Indonesia, dan tentu saja Jawa, Soedirman belum pernah menginjakkan kaki ke bumi nenek moyangnya yang kini telah menjadi Indonesia. "Allah belum mengizinkan saya untuk ke sana. Insya Allah dua tahun lagi ketika saya sudah pensiun saya akan pergi ke Indonesia melihat tanah kakek saya dan masjid-masjid Wali Songo dan lainnya," kata dia.
0 komentar:
Posting Komentar